Surabaya, – Profesi perawat menduduki peran strategis dalam dunia kesehatan. Di dunia pendidikan, program studi perawat pun masih menjadi salah satu tujuan utama calon mahasiswa baru. Namun sayangnya, informasi terkait bekal menjadi perawat, tugas yang harus dijalankan, hingga peluang karier yang lebih luas belum tersedia secara komprehensif.
Akademisi Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Ferry Efendi yang tergabung dalam Riset Kolaborasi Indonesia melakukan penelitian untuk memetakan preferensi siswa yang menjadikan Keperawatan sebagai tujuan pendidikan lanjut dan karier di masa depan. Dalam penelitian tersebut, Unair bermitra dengan Universitas Andalas, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Tanjungpura.
“Jadi kami concern pada penyiapan calon tenaga keperawatan karena kami melihat calon perawat di negara maju cenderung berkurang. Dan ini menjadi krisis, ya. Sementara di Indonesia, situasinya berbeda. Perawat masih menjadi salah satu prodi favorit bagi siswa dan memiliki surplus,” ujarnya, Selasa(7/10/2025).
Peran Perguruan Tinggi
Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Keperawatan itu menerangkan bahwa siswa SMA masih belum mendapatkan paparan komprehensif mengenai profesi perawat. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran penting untuk turut mengedukasi dan memberikan informasi yang tepat bagi mereka yang ingin berkarir sebagai perawat.
Melalui riset ini, lanjut Prof Ferry, harapannya dapat menghasilkan policy impact yang dapat membantu mempersiapkan siswa untuk menjadi calon tenaga keperawatan. “Selain itu, ini juga berkaitan dengan citra profesi perawat, ya. Kalau kita lihat citra perawat begitu beragam di masyarakat. Kemudian, kami juga ingin meng-influence kebijakan karena sebenarnya studi kami juga banyak dikutip entitas global seperti WHO, World Bank dan institusi global lainnya. Sehingga nanti bisa jadi salah satu perhatian dunia,” imbuhnya.
Selaras dengan SDGs
Riset ini juga relevan dengan upaya mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs). Pertama, penelitian ini mendukung SDGs poin ke-1 yakni no poverty. “Yang pertama jelas no poverty, ya, karena sebenarnya profesi perawat ini kan menjadi penggerak ekonomi juga. Baik untuk individu, keluarga, maupun nasional. Kemudian SDG ketiga Good Health and Well-being, SDG 5 Gender Equality karena ini berkaitan juga dengan persentase gender dalam perawat. Dan yang terakhir SDG ke-17 karena kami menyadari bahwa perawat tidak bisa bekerja sendiri, harus lintas sektor,” terangnya.
Luaran riset ini nantinya akan berupa publikasi ilmiah dan advokasi kepada para pemangku kebijakan. Para peneliti Riset Kolaborasi Indonesia ini berharap hasil kajian dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat kebijakan pengembangan tenaga keperawatan di Indonesia. (Arifin/kominfo)